Meragukan Segalanya Demi Menemukan Kebenaran

Share this article

Pernahkah Anda mendengar frase “skeptis”? Atau, Anda termasuk kategori orang yang tidak mudah percaya pada sesuatu dan selalu mempertanyakan segala sesuatu? Jika itu benar, selamat! Anda mungkin sedikit skeptis.

Dalam skeptisisme, kita mempertanyakan segala sesuatu, mencari bukti yang kuat, dan tidak mudah percaya pada apa yang kita dengar atau baca.

Skeptisisme semakin penting di era informasi yang penuh dengan berita bohong dan hoax. Mari masuk lebih dalam ke dalam dunia skeptisisme. Pelajari tentang sejarahnya dan maknanya, cari tahu apa yang paling populer, dan pelajari bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menjelajahi Akar Skeptisisme

Definisi

“Skeptisisme” berasal dari kata Yunani “skeptikos”, yang berarti “orang yang ragu-ragu” atau “penyelidik”. Secara sederhana, skeptisisme adalah keyakinan yang meragukan semua kepercayaan dan keyakinan yang sudah ada. Kita tidak hanya menerima informasi secara instan; sebaliknya, kita mempertimbangkan, menilai, dan mencari bukti yang mendukung atau menentang informasi tersebut.

Skeptisisme sangat penting dalam banyak bidang, seperti audit, bisnis, psikologi, dan sains. Skeptisisme dianggap sebagai komponen penting dalam bidang sains yang membantu mempertanyakan dan mengevaluasi informasi secara kritis (Sinclair & Rufty, 2022). Ini juga terlihat dalam dunia bisnis, di mana bagaimana konsumen bertindak terhadap iklan dan bagaimana mereka menanggapinya (Leonidou & Skarmeas, 2015).

Selain itu, skeptisisme profesional sangat penting untuk audit yang efektif. Regulator mengkhawatirkan auditor yang tidak menunjukkan skeptisisme yang tinggi (Hurtt et al., 2013; Khan & Harding, 2020).

Sejarah

Sejarah skeptisisme dalam filsafat panjang. Pyrrho dari Elis, yang hidup di Yunani Kuno, adalah salah satu filsuf skeptis yang terkenal. Dia mengajarkan bahwa semua keyakinan adalah subjektif dan bahwa tidak ada yang dapat diketahui secara pasti. Selain itu, filsuf lain seperti David Hume dan René Descartes memainkan peran penting dalam membangun skeptisisme.

“Cogito, ergo sum” (Aku berpikir, jadi aku ada), adalah pernyataan yang sangat terkenal dari Descartes. Namun, Hume mempertanyakan konsep keberadaan diri dan kausalitas.
Selain itu, literatur membahas pentingnya skeptisisme dalam menangani deteksi kecurangan; skeptisisme profesional memengaruhi kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan (Agustina et al., 2021).

Sarjana telah menemukan bahwa skeptisisme, yang berasal dari literasi media dan elemen kepribadian, memengaruhi sikap terhadap iklan, seperti iklan alkohol (Austin et al., 2016). Secara umum, skeptisisme didefinisikan sebagai konsep multifaset yang mempengaruhi pemikiran kritis, perilaku, dan pengambilan keputusan di berbagai disiplin ilmu.

Makna Skeptisisme

Skeptisisme bukan berarti kita harus meninggalkan semua informasi; sebaliknya, itu mendorong kita untuk mencari informasi yang lebih akurat dan dapat diandalkan. Dengan mempertanyakan kepercayaan dan kepercayaan kita saat ini, kita dapat menghindari prasangka dan dogma serta membuka mata kita terhadap ide-ide baru.

Pentingnya Skeptisisme di Era Informasi

Skeptisisme semakin penting untuk menavigasi lautan informasi yang tak terbatas di era komputer dan internet saat ini. Kami dipenuhi dengan iklan, berita, dan pendapat di media sosial, jadi sangat penting untuk memilih informasi yang relevan.

Skeptisisme membantu kita untuk:

  • Menghindari misinformasi dan hoax: Kita dapat menghindari informasi yang menyesatkan dengan mempertanyakan sumbernya dan mencari bukti yang mendukungnya.
  • Membuat keputusan yang lebih rasional: Saat kita tidak mudah terpengaruh oleh emosi atau prasangka, kita dapat membuat keputusan yang lebih rasional dan logis.
  • Menjadi pemikir yang lebih kritis: Skeptisisme mendorong kita untuk mempertimbangkan informasi secara kritis setiap saat daripada hanya menerima apa yang kita dengar atau baca.

Tren Terbaru

Meningkatnya kesadaran akan pentingnya literasi digital mendorong berbagai upaya untuk mengajarkan orang untuk berpikir kritis dan skeptis. Skeptisisme dapat mengurangi bias konfirmasi, yang menghasilkan penalaran logis yang lebih baik dalam tugas-tugas seperti pengujian hipotesis (Peytcheva, 2013).

Selain itu, skeptisisme telah dikaitkan dengan peningkatan literasi media berita di kalangan orang dewasa muda, yang menunjukkan potensi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Kartal et al., 2017). Selain itu, skeptisisme telah dipelajari sebagai faktor yang memengaruhi perilaku konsumen, terutama dalam hal tanggapan mereka terhadap ulasan online dan tuduhan tentang iklan hijau (Ahmad & Guzmán, 2021; Silva et al., 2020).

Sebagai contoh, program pendidikan di institusi pendidikan, pelatihan untuk jurnalis dan pembuat konten, dan pengembangan platform untuk verifikasi fakta.

Skeptisisme adalah keterampilan yang sangat berharga dalam dunia yang penuh dengan informasi. Dengan memahami ide ini dan belajar menggunakannya, kita dapat menjadi konsumen informasi yang lebih cerdas dan dapat dipercaya.

Skeptisisme

Mari kita berkomitmen untuk terus meningkatkan kemampuan skeptisisme kita dan menjadi agen perubahan yang membantu memerangi informasi palsu dan menyesatkan. Kita dapat membangun masyarakat yang lebih sadar dan kritis terhadap data jika kita bekerja sama.

References:

Agustina, F., Nurkholis, N., & Rusydi, M. (2021). Auditors’ professional skepticism and fraud detection. International Journal of Research in Business and Social Science (2147-4478), 10(4), 275-287. https://doi.org/10.20525/ijrbs.v10i4.1214

Ahmad, F. and Guzmán, F. (2021). Consumer skepticism about online reviews and their decision-making process: the role of review self-efficacy and regulatory focus. Journal of Consumer Marketing, 38(5), 587-600. https://doi.org/10.1108/jcm-09-2020-4119

Austin, E., Muldrow, A., & Austin, B. (2016). Examining how media literacy and personality factors predict skepticism toward alcohol advertising. Journal of Health Communication, 21(5), 600-609. https://doi.org/10.1080/10810730.2016.1153761

Hurtt, R., Brown‐Liburd, H., Earley, C., & Krishnamoorthy, G. (2013). Research on auditor professional skepticism: literature synthesis and opportunities for future research. Auditing a Journal of Practice & Theory, 32(Supplement 1), 45-97. https://doi.org/10.2308/ajpt-50361

Kartal, O., Yazgan, A., & Kincal, R. (2017). Does skepticism predict news media literacy: a study on turkish young adults. International Education Studies, 10(12), 70. https://doi.org/10.5539/ies.v10n12p70

Khan, J. and Harding, N. (2020). Facilitating the application of auditors’ underlying skeptical disposition. Accounting Research Journal, 33(1), 34-56. https://doi.org/10.1108/arj-06-2017-0107

Leonidou, C. and Skarmeas, D. (2015). Gray shades of green: causes and consequences of green skepticism. Journal of Business Ethics, 144(2), 401-415. https://doi.org/10.1007/s10551-015-2829-4

Peytcheva, M. (2013). Professional skepticism and auditor cognitive performance in a hypothesis-testing task. Managerial Auditing Journal, 29(1), 27-49. https://doi.org/10.1108/maj-04-2013-0852

Silva, M., Filho, J., Yamim, A., & Diógenes, A. (2020). Exploring nuances of green skepticism in different economies. Marketing Intelligence & Planning, 38(4), 449-463. https://doi.org/10.1108/mip-10-2018-0435

Sinclair, T. and Rufty, T. (2022). The role of skepticism in science., 1-4. https://doi.org/10.1007/978-3-031-14414-1_1

Pict illustration : Pexels – Andrea Piacquadio

1 komentar untuk “Meragukan Segalanya Demi Menemukan Kebenaran”

  1. Pingback: Berpikir Kritis vs Skeptisisme dalam Pendidikan - IGAS

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top